'Putusan Komite Etik UGM Perkuat Budaya Victim Blaming'
Yogyakarta - Kuasa hukum mahasiswi Universitas Gadjah Mada (UGM) korban perkosaan, Suki Ratnasari, menyesalkan kesimpulan Komite Etik "Kampus Biru" dalam kasus yang menimpa kliennya. Sebab, dianggap melukai rasa keadilan penyintas.
"Dari tujuh orang anggota Komite Etik, empat orang menyatakan tidak ada pelecehan seksual. Yang terjadi, adalah perbuatan asusila dan menolak mengategorikannya sebagai pelanggaran sedang dan berat," ujarnya di Kantor Rifka Annisa, Yogyakarta, Rabu (6/2).
Baca juga:
Rektor UGM: Kasus Perkosaan Berakhir Damai
Kepala Keamanan UGM Belum Cabut Laporan Kasus Perkosaan
Polda DIY Segera Gelar Perkara Perkosaan Mahasiswi UGM
Mahasiswi UGM Korban Perkosaan Tolak Kasusnya Dihentikan
Sedangkan tiga anggota lainnya, memiliki pendepat berbeda. Agni, bukan nama sebenarnya, merupakan korban pelecehan seksual dan tergolong pelanggaran berat. "Kesimpulan tindak asusila sangat melukai rasa keadilan Agni," tegasnya.
"Di awal pertemuan Agni dengan Komite Etik, Agni dijanjikan penyelesaian yang berperspektif dan berkeadilan gender. Kondisi ini, hanya mempertegas adanya budaya victim blaming," imbuh Kiki, sapaannya, mengkritik.
Direktur Rifka Annisa, Suharti, menambahkan, pihaknya menolak frasa "damai" terkait kesepakatan Agni dengan HS, pelaku kasus dugaan perkosaan, yang difasilitasi UGM. "Kami sangat keberatan, menolak, dan terganggu dengan penggunaan diksi 'damai'," tegasnya.
Dia menilai, hal tersebut menegasikan berbagi proses perjuangan penyintas dalam memperoleh keadilan. Agni seakan-akan menyerah dalam berjuang. "Seolah tampak tak membuahkan hasil," tambahnya.