Mahasiswi UGM Korban Perkosaan Tolak Kasusnya Dihentikan
Yogyakarta - Mahasiswi Universitas Gadjah Mada (UGM) korban perkosaan, Agni, berharap kasus yang menimpanya tak dihentikan polisi. Sebab, bisa berdampak buruk di kemudian hari.
"Kasus ini seharusnya tidak dihentikan penyidikannya (SP-3), karena akan memberikan preseden buruk bagi penanganan kasus kekerasan seksual," ujar kuasa hukum korban, Catur Udi Handayani, di Kantor Rifka Annisa, Yogyakarta, Kamis (10/1).
Baca: Usut Perkosaan Mahasiswi UGM hingga Maluku
Penyintas, tambah dia, juga menolak adanya keterangan tertulis dokter (visum et repertum). Sebab, luka fisik sudah hilang.
"Meskipun demikian, korban mengajukan permohonan untuk melakukan visum et repertum psikiatrikum, karena dampak psikologisnya masih membekas," jelasnya.
Baca: Terlapor Kasus Perkosaan Mahasiswi UGM Masih Saksi
Enam Tuntutan
Di sisi lain, Agni melayangkan enam tuntutan terhadap kampus dan kepolisian. Pertama, mendorong aparat menuntaskan proses penyidikan dan kasus diproses secara adil sampai ke "meja hijau".
Kedua, mendesak UGM memenuhi hak penyintas atas informasi mengenai upaya penanganan yang sudah dilakukan. Satu di antaranya, informasi tindak lanjut UGM atas rekomendasi tim investigasi.
Baca: Syarat Wisuda Terduga Pemerkosa Mahasiswi UGM
Kemudian, memberikan perlindungan maksimal terhadap penyintas. Pasalnya, kelalaian universitas menyebabkan penanganan kasus berlarut-larut.
Keempat, UGM harus memenuhi hak-hak penyintas atas pendampingan psikologis hingga pulih. Pun menuntut dukungan materiel berupa pembebasan biaya kuliah.
Berikutnya, meminta UGM memulihkan nama baik penyintas dengan mendorong pelaku, HS, menandatangani surat permintaan maaf serta penyesalan di hadapan rektor dan orang tua.
"Terakhir, kami meminta UGM turut menghentikan perilaku victim blaming dan tendensi untuk mengkriminalisasi penyintas yang dilakukan oleh pihak manapun, sebagai konsekuensi laporan polisi," tandas Handayani.