Secercah Temuan Penyidik Polda DIY di Maluku
Sleman - Penyidik Polda Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) telah melakukan penyidikan kasus dugaan perkosaan mahasiswi Universitas Gadjah Mada (UGM) di Pulau Seram, Maluku.
"Menyidik itu, adalah merangkai suatu perbuatan. Yang kemudian atas perbuatan tersebut, disangkakan ada tidak pidananya. Kita sidik, kumpulin alat bukti. Kita bekerja sesuai KUHAP," ujar Dirreskrimum Polda DIY, Kombes Hadi Utomo, di Mapolda DIY, Kabupaten Sleman, Senin (21/1).
"Penyidikan ini masih berjalan, belum ada arah untuk SP-3 (surat perintah penghentian penyidikan) atau dihentikan. Kita sabar," imbuhnya.
Baca juga:
Usut Perkosaan Mahasiswi UGM hingga Maluku
Mahasiswi UGM Korban Perkosaan Tolak Kasusnya Dihentikan
Pentingnya Visum Et Repertum pada Kasus Cabul
Dia memimpin langsung tim penyidik di Maluku. Dirinya mengklaim, ada sejumlah fakta baru pascamengecek lokasi tempat kejadian perkara (TKP) dan memintai keterangan warga setempat.
"Saya cek di TKP, saya lihat rumahnya, saya perhatikan kamarnya. Saya kumpulin orang-orang di kampung itu, peristiwanya bagaimana dulu, satu kejadian itu terjadi bagaimana. Lima orang diperiksa keterangannya," bebernya.
"Diisukan pondokannya jauh, ada babi hutan, jauh dari perkampungan. Itu ternyata bukan. Cuma 50 meter saja antara pondokan putra dan putri. Dekat itu dan di perkampungan, ramai orang," tambah dia.
Tujuan penyidikan di lokasi kejadian, terang Hadi, untuk melengkapi berkas perkara serta mencocokkan isi artikel Balairung UGM berjudul "Nalar Pincang UGM atas Kasus Perkosaan". Artikel mengulas kasus dugaan perkosaan ini.
"Yang jelas, ada beberapa perbedaan antara yang dituliskan, dan yang diterangkan, dan fakta. Tolong janganlah. Kami harap, kami imbau, pihak-pihak jangan sebarkan berita bohong. Orang kalau menyebarkan berita bohong, pasti ketahuan," tuturnya.
Di sisi lain, dia menyatakan, korban sampai kini belum kooperatif dengan polisi. "Tapi, tidak mengapa. Silakan digunakan hak-haknya. Kami juga akan melaksanakan kewajiban-kewajiban kami. No problem," ucapnya.
Salah satu bentuk ketidakkooperatifan tersebut, seperti menolak divisum. Padahal, menurut Hadi, visum menjadi salah satu bahan kepentingan penyidikan. "Saya tidak tahu, itu murni dari pihak korban atau penasihat hukum," pungkasnya.