Kata Sultan tentang Tingginya Kasus Intoleransi di DIY
YOGYAKARTA - Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sri Sultan Hamengku Buwono X, enggan mengomentari riset Setara Institute. Menyusul masuknya "Kota Pelajar" dalam 10 daerah dengan kasus intoleransi tertinggi.
"Saya enggak tahu persis, ya (laporan Setara Institute). Dasarnya apa, saya, kan, enggak tahu," katanya di Kota Yogyakarta, Senin (25/11).
Baca juga:
Masalah Intoleransi Kembali 'Guncang' DIY
Instruksi Sultan Cegah Intoleransi
Dalam laporan Setara Institute, kasus intoleransi di DIY meningkat dalam lima tahun terakhir. Hingga, kini masuk 10 besar daerah dengan perkara ketiadaan tenggang rasa tertinggi se-Indonesia.
Peningkatan intoleransi dipengaruhi empat faktor. Pembiaran oleh otoritas, regulasi diskriminatif, aktor-aktor lokal intoleran, dan masyarakat sipil.
Sultan pun emoh mempersoalkan laporan tersebut. Dalihnya, pemerintah provinsi (pemprov) telah melakukan beragam upaya untuk menekan intoleransi. Seperti menyebarkan literasi.
Namun, tambah dia, terjadi kasus dengan motif anyar. "Sekarang modelnya (intoleransi) alasannya kearifan lokal. Kan, gitu. Ganti motif. Ganti isu," ucapnya, menyitir detikcom.
"Makanya, kita juga sering keras. Kalau ada hal-hal yang kurang berkenan. Ya, (seperti) Masjid Agung pun Keraton. Tidak boleh saya gunakan untuk kepentingan lain. Itu semua, kan, hanya untuk (melawan) intoleransi," pungkasnya.