Omzet Petani Mangga Ini Rp450 Juta per Bulan
LOMBOK UTARA - Petani di Kecamatan Bayang, Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat (NTB), menerapkan teknologi di luar musim (offseason) dalam membudidayakan pohon mangga. Mereka memakai pupuk NPK dan zat pengatur tumbuh berbahan aktif paclobutrazol.
Praktik itu, ungkap petani mangga, Muhsin, menelan biaya Rp150 ribu per batangnya. Dia memiliki sekitar 1.500 pohon. Produktivitas satu kuintal. Harga jualnya Rp4.500 per kilogram.
"Setiap pohon bisa menghasilkan Rp450 ribu atau masih ada untung sekitar Rp300 ribu per pohon. Jadi, dalam satu kali musim panen 1.500 pohon, kami bisa dapat untung Rp400 juta-Rp450 juta," ucapnya.
Panen raya biasanya berlangsung November-Februari. Hampir bersamaan dengan sentra mangga lain di Jawa. Namun, dia bisa mengatur waktu panen. Agar harga jualnya tinggi.
Baca juga:
Kementan Godok Beleid Usaha Hortikultura Berbasis ASEAN GAP
Kementan Gencarkan Sertifikasi Kebun Hortikultura Organik
"Tanaman diberi perlakuan khusus. Biasanya dilakukan pada bulan Februari. Sehingga, bisa dipanen pada bulan Agustus-September," ujarnya.
Selain teknologi akhir musim, dirinya juga memelihara kebun. Dengan begitu, buah yang dihasilkan berkualitas. Pemeliharaan dilakukan sejak pemangkasan, sanitasi, hingga pengendalian hama dan penyakit.
Muhsin berharap, kebunnya dapat diregistrasi teknik budi daya yang baik dan benar (good agricultural practices/GAP). "Sehingga, bisa diekspor," katanya.
Selama ini, mangga varietas arumanis yang diproduksi dipasarkan ke Pulau Jawa. Dari Probolinggo, Jawa Timur (Jatim), sampai Ibu Kota.
Gayung bersambut. Direktur Buah dan Florikultura Ditjen Hortikultura Kementerian Pertanian (Kementan), Liferdi Lukman, berjanji, pihaknya akan mendorong pengembangan kawasan mangga di Lombok Barat. Harapannya, harga terjaga.
Kawasan tersebut bakal ditata dengan pendekatan korporasi. Sesuai Desain Besar Hortikultura 2020-2024. Kini masih dalam tahap penggodokan.
Tak sekadar itu. Kementan juga akan memberikan bantuan terkait lainnya. Seperti menyuplai benih berkualitas; menyosialisasikan pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) ramah lingkungan; serta menyediakan menyediakan gudang pascapanen, rumah pengepakan, dan sertifikasi GAP.
"Dukungan sarana dan prasarana, teknologi budi daya maju, penguatan kelembagaan dan SDM petani, hingga fasilitasi ekspor. Akan melibatkan eselon I lingkup Kementan. Bahkan, kementerian/lembaga terkait," tutup Liferdi.