Tiga Perusahaan di Jateng Terancam Dihentikan Operasionalnya
Semarang - Pemerintah Provinsi Jawa Tengah (Pemprov Jateng) menindak tegas 10 perusahaan, lantaran diduga melanggar aturan Badan Penyelanggaran Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan
Sebanyak tiga korporasi di antaranya, kata Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo, direkomendasikan tidak mendapatkan pelayanan publik tertentu TMP2T dari Dinas Penanaman Modal Perizinan Terpadu Satu Pintu (PMPTSP).
"Ini sebagai bukti keseriusan dan komitmen Provinsi Jawa Tengah dalam melindungi tenaga kerja," ujarnya di Jakarta, Rabu (6/2) malam. Rekomendasi diterbitkan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jateng.
Di sisi lain, dia menerangkan, peserta BPJS Ketenegakerjaan kategori formal di Jateng naik 24 persen pada 2018. Tercatat 1.714.468 jiwa terdaftar sebagai peserta.
Sedangkan sektor nonformal atau bukan penerima upah (BPU), naik 11 persen. 1.323.655 peserta pada 2017 menjadi 1.465.847 jiwa di tahun 2018.
"Peserta BPJS nonformal dari kalangan nelayan, lembaga masyarakat desa hutan (LMDH), koperasi, UMKM, dan perangkat desa. Ini sesuatu yang baru dan mungkin berbeda dibandingkan daerah lain," bebernya.
Untuk meningkatkan kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan, ucap Ganjar, beragam upaya dilakukan. Melalui bantuan tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility/CSR), misalnya.
Sebagai informasi, BPJS memberikan Anugerah Paritrana kepada pemerintah daerah, korporasi, serta pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang peduli terhadap tenaga kerja. Penghargaan kali pertama diberikan pada 2017.
Pemprov Jateng menyabet Juara I Anugerah Paritrana 2017 untuk kategori pemerintah provinsi. Jateng mengungguli Pemprov DKI Jakarta dan Jawa Timur (Jatim).