Ricuh, Penggusuran di Bantaran BKT Semarang
SEMARANG - Penggusuran hunian liar di sepanjang bantaran Sungai Banjir Kanal Timur (BKT) di Kampung Tambakrejo, Kelurahan Tanjungmas, Kecamatan Semarang Utara, Kota Semarang, Jawa Tengah (Jateng), berlangsung ricuh pada Kamis (9/5). Warga melawan aksi petugas di lapangan.
Kedua pihak saling dorong. Sebagian warga pun teriak. Sedangkan para ibu, hanya bisa menangis. Beberapa pingsan, lantaran tak kuasa melihat rumahnya diratakan dengan tanah oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP).
"Mau tinggal di mana, kalau seperti ini? Saya di sini sudah hampir 13 tahun. Tiba-tiba dibongkar. Tidak dapat ganti rugi apapun. Mana keadilan pemerintah?" ucap seorang korban gusuran, Sri Mulyani, beberapa saat lalu.
Sembari meneteskan air mata, dia menegaskan, pemerintah kota (pemkot) ingkar. Melanggar perjanjian dengan warga. Pangkalnya, masyarakat kini disuruh pindah kala tempat relokasi belum siap dibangun.
"Ini tanah belum dibagi, sudah disuruh menempati. Kami hanya dikasih 3x3 meter. Untuk tidur saja tidak cukup," ucapnya sambil menggendong anaknya yang masih balita.
Sri melanjutkan, Pemkot Semarang pernah menawarkan warga untuk menempati Rumah Susun Sewa (Rusunawa) Kudu. Usul ditolak. Lantaran jauh dari lokasi mengais rezeki. Mayoritas bekerja sebagai nelayan.
"Pun tidak punya biaya untuk bayar rusun. Saya menempati di sini, dulu juga beli tanah. Tidak hanya mendirikan," jelasnya.
Pernyataan serupa disampaikan Ketua RT 05 RW 16, Rahmadi. Menurutnya, pemerintah melakukan penertiban dengan sewenang-wenang. "Ini bulan puasa. Kami mohon dihentikan dulu," serunya.
"Yang terhormat Pak Wali Kota yang punya hati nurani. Mohon dihentikan. Kami siap pindah. Tapi tidak begini caranya," sambungnya dengan nada tinggi.
Sebanyak 350 petugas dikerahkan dalam penggusuran tersebut. Dari Satpol PP dan jajaran Kecamatan Semarang Utara. Aksi dilakukan dengan dalih melanjutkan proyek normalisasi BKT.
Sementara, Camat Semarang Utara, Aniceto Magno Da Silva, mengklaim, warga menolak diajak berdialog dengan baik-baik. "Mediasi, sosialisasi, memberikan solusi. Itu tidak ditanggapi," terangnya.
Katanya, sosialisasi berlangsung sejak tahun silam. Dia juga membenarkan, warga menolak direlokasi ke Rusunawa Kudu.
Dirinya melanjutkan, penggusuran tersebut sesuai prosedur. Kilahnya, bangunan tak berizin dan status lahan tiada. Padahal, warga telah bermukim sejak 10-15 tahun lalu.
Kendati begitu, pemkot akan memberikan uang ganti rugi sebesar Rp1,5 juta per kepala keluarga. Sebanyak 30 KK telah menerima sebelumnya. "Sisanya akan diberikan segera," tandasnya.