Polisi Bongkar Pembalakan Liar di Wonogiri
Wonogiri - Polres Wonogiri, Jawa Tengah (Jateng), membongkar kasus penebangan ilegal di kawasan hutan aset Perusahaan Umum (Perum) Perhutani di Desa Pasekan, Kecamatan Eromoko. Lima orang berhasil diamankan.
Kasatreskrim Polres Wonogiri, AKP Aditia Mulya Ramdhani, menyatakan, terbongkarnya kasus bermula dari patroli petugas Perhutani, 27 Desember 2018, pukul 07.00. Kala itu, ditemukan beberapa tunggak pohon sono keling di petak 62-A Resort Pengelolaan Hutan (RPH) Eromoko Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Baturetno.
Petugas kemudian melapor ke Polsek Eromoko. Berdasarkan informasi, diketahui ada truk pengangkut kayu sono keling di Pasekan. Diduga hasil pembalakan liar. Kemudian, polsek bersinergi dengan Satreskrim menyusun strategi menangkap sopir.
Tim lalu mengejar truk berpelat nomor AD 1574 HR yang menuju ke Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) tersebut. Saat dihentikan di Bulurejo, Tambakromo, Ponjong, TJ (36) selaku sopir truk tak bisa menunjukkan dokumen kelengkapan kayu yang diangkut.
"Dia mengaku, mengangkut kayu karena disuruh SJY (45). Tak lama kemudian, petugas dapat menangkap SJY. Dia mengaku kayu itu didapat dari SGT (48)," ujar Aditia saat dihubungi, baru-baru ini.
Petugas selanjutnya mengembangkan penyidikan. Diketahui penebang pohon sebanyak delapan orang. Dua orang di antaranya SKJ (48) dan SRM (54). "Sehari kemudian keduanya dapat ditangkap," imbuh dia.
Sehari setelah menangkap SKJ dan SRM, polisi membekuk SGT. Dia mengaku, membeli kayu dari para penebang. Para pembalak bekerja secara mandiri dan menyimpang hasil tebangan di rumah masing-masing.
Kelimanya beraksi dalam rentang waktu beberapa pekan pada akhir 2018. Dalam kasus ini, aparat menyita barang bukti berupa 115 batang kayu sono keling, dua unit truk pengangkut kayu, serta dua gergaji.
Para tersangka dijerat dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Melansir solopos.com, mereka terancam hukuman pidana maksimal lima tahun penjara dan denda paling banyak Rp2,5 miliar.