Pemkab Kudus Diminta Tinjau Ulang Eksploitasi Air Tanah
KUDUS - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kudus, Jawa Tengah (Jateng), diminta meninjau eksploitasi sumur air bawah tanah (ABT) di sejumlah perusahaan. Karena pendapatan yang diperoleh tak sebanding dengan dampak jangka panjang.
Ketua Komisi C DPRD Kudus, Rinduwan, kemudian mencontohkan dengan kejanggalan yang ditemukan di pabrik air minum kemasan Cleo di Desa Gondangmanis, Kecamatan Bae. Hanya dua dari empat sumur yang berizin lengkap.
"Saat kami cek setoran retribusi air di bulan November, misalnya. Retribusi untuk sumur dua sebesar Rp1,1 juta dan sumur tiga sebesar Rp5,3 juta," katanya.
Sementara, tagihan PDAM yang diklaim dibayarkan perusahaan sebesar Rp3,7 juta per bulan. "Untuk produksi air sebanyak itu, pabrik Cleo hanya mengeluarkan uang Rp10 juta," ucapnya.
Keanehan juga ditemukan pada tagihan Februari 2019. Cleo hanya membayar Rp263 ribu. "Sangat kecil untuk ukuran pabrik sebesar ini," ucap dia.
"Kejanggalan lain, yakni tidak adanya alat ukur yang jelas pada pengambilan air di sumur ABT. Lantas, dasarnya apa pembayaran setoran retribusi air setiap bulan tersebut?" imbuhnya.
Wakil Ketua Komisi C DPRD Kudus, Anis Hidayat, menambahkan, eksploitasi ABT harus diawasi ketat. Pasalnya, akan berdampak pada ketersediaan air tanah publik di radius lokasi.
Sementara, perwakilan Cleo, Kudus Aris Prasteyo, mengungkapkan, perusahaannya butuh bahan air baku 80-90 meter kubik setiap hari. Berasal dari empat sumur ABT dan PDAM.
"Kami rutin membayar rekening PDAM setiap bulannya. Begitu juga dengan penggunaan air dari sumur ABT. Juga dikenakan retribusi dari pemerintah daerah," tutupnya, menyitir Suara Merdeka.