PBNU Siap Tampung Santri Al-Zaytun Imbas Penetapan Tersangka Panji Gumilang
Jakarta, Pos Jateng - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Yahya Cholil Staquf, menyatakan siap menampung santri Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Zaytun Indramayu jika izin operasionalnya dicabut pemerintah. Hal tersebut untuk mengantisipasi ketidakpastian santri seiring dengan penetapan pimpinan Ponpes Al-Zaytun, Panji Gumilang sebagai tersangka dugaan penistaan agama.
“Dari Nahdlatul Ulama sendiri kami siap kalau memang nantinya disuruh menampung siswanya (Al-Zaytun Indramayu),” kata Gus Yahya, sapaan akrab Yahya Cholil Staquf, dilansir dari nu.or.id pada Kamis (3/8).
Gus Yahya mengatakan, Nahdlatul Ulama memiliki banyak lembaga pendidikan yang dapat dimanfaatkan oleh santri atau siswa dari Pesantren Al-Zaytun. Ia meminta agar para santri tetap tenang dan fokus belajar agama.
“Di NU ini ada banyak lembaga pendidikan yang siap untuk itu, saya kira organisasi lain juga siap jadi tidak akan ada masalah yang terlalu mengkhawatirkan soal ini,” katanya.
Gus Yahya juga mengatakan terus mendukung proses penetapan Panji Gumilang sebagai tersangka dugaan penistaan agama, ujaran kebencian, dan penyebaran berita bohong. Pria lulusan Sosiologi UGM ini ingin persoalan tersebut segera dituntaskan lantaran dapat mempengaruhi psikologis masyarakat jika dibiarkan berlarut.
“Dari awal saya sudah mengatakan juga bahwa masalah ini harus diselesaikan menurut hukum karena ini masalah yang secara substansial sebetulnya rawan dan bisa mempengaruhi psikologi masyarakat secara luas,” terangnya.
Sebagai informasi, Penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri telah menetapkan Panji Gumilang sebagai tersangka kasus dugaan tindakan pidana penistaan agama pada Selasa (1/8).
Pasal yang dikenakan yaitu Pasal 14 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana di mana ancamannya 10 tahun. Kemudian Pasal 45 A ayat 2 juncto Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan dan UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE dengan ancaman enam tahun dan pasal 156 A KUHP dengan ancaman lima tahun.