Pangkal Buah Impor Serbu Pasar Indonesia
JAKARTA - Kementerian Pertanian (Kementan) menyatakan, maraknya buah impor di "Tanah Air" merupakan keniscayaan. Lantaran Indonesia menjadi anggota Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO).
"(Buah impor) takbisa dihindari. Konsekuensi logis dari sistem perdagangan bebas dunia," ucap Direktur Buah dan Florikultura Ditjen Hortikultura Kementan, Liferdi Lukman, di Jakarta, melalui keterangan tertulis.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, impor buah 2018 mencapai 646.223 ton senilai USD1,26 miliar. Sedangkan ekspornya 893.539 ton senilai USD63,25 juta. Pada semester I 2019, volume impor 283.078 ton. Turun dibanding periode sama tahun lalu (313.835 ton).
Baca juga:
Kementan Godok Beleid Usaha Hortikultura Berbasis ASEAN GAP
Kementan Bangun Sentra Buah di Lahan Sempit
Mangga Arumanis Rembang Berorientasi Ekspor
Buah-buahan yang masuk ke Indonesia umumnya berasal dari negara-negara subtropis. Cina, Amerika Serikat, dan Selandia Baru.
Yang diimpor pir, jeruk mandarin, apel merah, dan kiwi. Disebut tak diproduksi di Indonesia. "Tidak berkompetisi langsung dengan buah produksi petani lokal," ujarnya.
Pada 2018, volume impor pir mencapai 186 ribu ton. Disusul 165 ribu ton apel dan 105 ribu ton anggur.
Liferdi sesumbar, sejumlah buah tropis lokal melimpah. Bahkan, telah diekspor ke mancanegara. Semacam pisang, nanas, manggis, dan pepaya.
Karenanya, Kementan fokus meningkatkan volume ekspor dan mengampanyekan gerakan konsumsi buah lokal. Dengan harapan menjadi "raja" di negeri sendiri.
"Selain petani diuntungkan, masyarakat pun bisa memperoleh manfaat dari buah lokal segar. Yang dinilai lebih fresh, bergizi, sehat, bercita rasa eksotik, dan aman dikonsumsi," tuturnya.
Gayung bersambut. Ketua Asosiasi Eksportir Sayuran dan Buah Indonesia (AESBI), Sandy Widjaja, mendukung rencana pemerintah itu. Mengingat pangsar ekspor buah tropis Indonesia masih prospektif.
"Tiongkok dengan 1,3 miliar penduduknya masih sangat terbuka luas pasarnya. Mereka gemar sekali buah-buahan tropis," katanya.
"Sementara, kita sekarang baru bisa masukin manggis, salak, dan pisang. Untuk durian, masih banyak dipasok dari Thailand dan Malaysia," imbuh dia.
AESBI pun menyarankan Kementan membangun kawasan buah ekspor skala luas. Produk yang dihasilkan juga mesti memenuhi 3-K: Kualitas, kuantitas, dan kontinuitas.
Agar terealisasi, menurut Sandy, perlu insentif khusus. Sehingga, harga jualnya menguntungkan petani. Pun memastikan sistem distribusi dan teknologi pascapanen. "Karena buah-buahan pada dasarnya komoditas yang mudah rusak," tutupnya.