Pandai Besi Klaten Keluhkan Kebijakan Impor Cangkul
KLATEN - Pengrajin cangkul di Desa Padas, Kecamatan Karanganom, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah (Jateng), mengeluhkan keberadaan alat menggali dan mengaduk tanah impor. Lantaran mengancam usaha mereka.
"Sebaiknya pemerintah menyerap dulu produksi cangkul dari perajin lokal. Kalau memang betul-betul kurang, baru dilakukan impor," ujar seorang pandai besi di Dukuh Karangpoh, Desa Padas, Risma (29).
Karangpoh merupakan sentra perajin pandai besi. Memproduksi beragam peralatan pertanian. Semacam cangkul hingga garu.
Terdapat sekitar 50-an pengrajin di Karangpoh. Terhimpun dalam Koperasi Derap Laju Pandai Besi dan Las (Delapanbelas). Perajin serupa dapat ditemui di Desa Bonyokan, Kecamatan Jatinom.
Risma belakangan kerap menerima keluhan dari pedagang yang menampung produknya. Seiring beredarnya cangkul impor.
"Bakul yang sudah kontrak dengan saya mengeluh. Masih ada 100 kodi cangkul yang belum terjual," tuturnya.
Dia dan kedua rekannya bisa memproduksi 250 cangkul dalam sepekan. Harganya bervariatif. Rp30 ribu hingga Rp38 ribu per unit. Tergantung bahan.
"Besi murni harganya lebih murah. Dibandingkan yang bagian depannya ditambahi baja," katanya.
Dirinya mengungkapkan, harga cangkul impor cenderung lebih murah. Kendati begitu, Risma memastikan, produknya lebih berkualitas.
"Dari sisi kualitas, rata-rata cangkul impor itu pada mata cangkulnya tumpul. Sementara, cangkul lokal lebih tajam serta bahannya lebih kuat," ucapnya, menukil Solopos.
Perajin lainnya, Manto (58), pun meminta pemerintah menutup keran impor. Lantaran produksi lokal mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri.
"Kami dalam sebulan produksi sampai 1.000 biji bisa. Jadi, keliru. Kalau ada alasan serbuan cangkul impor karena perajin lokal tidak bisa memenuhi permintaan pasar," tutupnya.