Kuasa Hukum Balairung: Pertanyaan Penyidik Tak Substantif
Sleman - Penyidik Polda Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) memeriksa editor Badan Penerbitan dan Pers Mahasiswa (BPPM) Balairung Universitas Gadjah Mada (UGM), Thovan Sugandi, terkait kasus dugaan perkosaan terhadap mahasiswi, Kamis (17/1).
"Tadi Thovan selaku editor Balairung diperiksa sekitar 1,5 jam," ujar penasihat hukum Thovan, Yogi Zul Fadhli, beberapa saat lalu. Saksi diperiksa penyidik Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Ditreskrimum Polda DIY.
Baca juga:
Polda DIY Periksa Penulis Balairung UGM
Pemanggilan Reporter Balairung UGM Dikritisi
Kata Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta ini, penyidik menyecar 30 pertanyaan kepada kliennya. Seperti reporter Balairung, Citra, polisi juga bertanyan tentang artikel "Nalar Pincang UGM atas Kasus Perkosaan" yang disunting Thovan dan dimuat 5 November 2018.
"Materi pertanyaan seperti yang diajukan kepada Citra, soal pemberitaan Balairung. Ditanya siapa narasumbernya, lokasi wawancara, dan proses peliputan," bebernya tentang beberapa pertanyaan yang diajukan.
Menyangkut pemanggilan terhadap Thovan, Yogi menegaskan, sikap pihaknya sama. "Kami keberatan atas panggilan dan materi pertanyaan dari penyidik yang justru banyak mengeksplorasi pemberitaan Balairung," terang dia.
Alasan lain, pemanggilan tak selaras dengan pelaporan dugaan perbuatan cabul terhadap Agni, nama samaran korban perkosaan saat kuliah kerja nyata (KKN) di Pulau Seram, Maluku, 30 Juni 2017. Karenanya, jawaban Thovan tidak utuh dengan alasan terikat Undang-Undang Pers dan Kode Etik Jurnalistik.
"Norma di UU Pers, memberikan batasan tidak mengungkapkan identitas narasumber demi keamanannya. Balairung juga punya hak untuk menolak pertanyaan berkaitan dengan proses pembuatan berita atau reportase itu," pungkas Yogi.