Ketua DPRD Semarang: Sulit Terapkan Tilang Elektronik
Semarang - Penerapan tilang elektronik (electronic traffic law enforcement/E-TLE) butuh peraturan perundang-undangan yang mendukung. Tanpa itu, disebut sulit untuk diberlakukan.
"Saya rasa (tilang elektronik) sulit diterapkan, karena banyak kelemahan. Bisa diterapkan, asal ada dukungan regulasi dari pusat, seperti UU E-TLE," ujar Ketua DPRD Kota Semarang, Supriyadi, baru-baru ini.
Kemudian, imbuh politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu, harus terintegrasi secara nasional. Sehingga, pelanggar lalu lintas tetap dapat diproses, meski kejadian di daerah lain.
"Kalau sekarang, kan, seandainya ada pelanggar yang menggunakan kendaraan dari luar Jateng (Jawa Tengah), akan sulit dilacak. Bisa-bisa nanti pada enggak mau pakai kendaraan pelat Semarang," jelasnya.
"Dan ini, akan berisiko menurunkan pendapatan daerah dari bea balik nama," tambah dia mengingatkan.
Meski begitu, Supriyadi mendukung kebijakan tersebut. Sebab, bisa menekan angka pelanggaran lalu lintas dan pungutan liar (pungli).
"Tapi, ya, itu hanya sebatas kontrol dan masih banyak kelemahan. Butuh banyak evaluasi," ucapnya menyarankan.
Kota Semarang, menerapkan E-TLE sejak 3 Desember 2018. Kebijakan berlaku di beberapa titik untuk sementara, yakni Jalan Pahlawan, Jalan Ahmad Yani, Jalan Gajah Mada, dan Jalan Pandanaran.
E-TLE adalah sistem penengakan hukum di dengan menggunakan kamera automatic number plate recognition (ANPR). Teknologi ini, mampu mendeteksi tanda nomor kendaraan secara otomatis, merekam, dan menyimpan bukti pelanggaran untuk dipergunakan sebagai surat bukti pelanggaran (tilang).