Kades Sleman Tolak Sistem 'E-Voting'
SLEMAN - Paguyuban Kepala Desa (Kades) Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), menolak sistem pemungutan suara elektronik (e-voting). Dalam pemilihan kepala desa (pilkades).
Khawatir menimbulkan masalah. Kala pelaksanaan maupun usai pemilihan. Khususnya apabila ada sengketa. Dasar mereka bersikap demikian.
"Kami juga meminta DPRD lebih cermat. Dalam mengkaji isi raperda (terkait e-voting pilkades)," kata Ketua Paguyuban Kades Sleman Manikmoyo, Irawan, Jumat (2/8).
Menurut dia, tak seluruh masyarakat mahfum sistem tersebut. Alasan lain, e-voting dianggap takefektif dan mahal.
Koordinator Manikmoyo Aksi Tolak E-Voting, Letka Manuri, menambahkan, sistem tersebut menimbulkan ketakseimbangan. Berpeluang memunculkan masalah anyar.
Dalihnya, kotak suara takbisa dibuka. Jika menerapkan pemungutan suara elektronik. Dus, sukar membuktikan hasil perolehan suara dan jumlah daftar pemilih tetap (DPT). Pun mesti menunggu proses peradilan.
Dengan begitu, dia berpandangan, e-voting takbisa mewujudkan pilkades yang damai dan nyaman. "Harapan kami, pilkades tetap melakukan pilihan dengan konvensional," ujarnya.
Sementara, Ketua DPRD Sleman, Haris Sugiharta, belum bisa mengomentari tuntutan itu. Terutama ihwal soal pembatalan Raperda E-Voting Pilkades.
Dirinya hanya menerangkan, dewan bakal membahasnya secara internal. Khususnya pada rapat panitia khusus (pansus).
Terdapat 86 desa di Sleman. Masa bakti 35 kades, mengutip Sindonews, bakal berakhir 2019. Di sisi lain, penerapan e-voting bakal diterapkan tahun depan. Bersamaan dengan purnatugas 14 kades.