65,08 Persen Sungai di Jateng Tercemar
SEMARANG - Sebesar 65,08 persen sungai di Jawa Tengah (Jateng) tercemar ringan. Kondisi baik sekadar 25,93 persen. Sisanya, 8,99 persen, tercemar sedang.
Demikian isi Dokumen Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup (LH) Jateng 2018. Dilansir Pos Jateng, Senin (12/8). Analisis menggunakan kerangka kerja driving force, pressure, state, impact, and response (DPSIR).
Indeks pencemaran (IP) sungai lintas kabupaten/kota tertinggi di Sungai Garang: 5.58. Sedangkan lintas provinsi, Sungai Bengawan Solo: 3.91.
Indeks kualitas air (IKA) pun tergolong sedang. Meski meningkat sejak 2014 silam. Lima tahun silam, IKA Jateng sebesar 43,85. Menjadi 51,34 pada 2018.
"Nilai IKA untuk sungai di Jawa Tengah berkisar antara 40 sampai 62,22. Nilai tertinggi dimiliki oleh Sungai Progo. Sedangkan nilai IKA 40 ada di Sungai Baki, Grompol, Palu, dan Sungai Garang," demikian isi dokumen halaman II-47 hingga II-48.
Nilai IKA dipengaruhi berbagai variabel. Penurunan beban pencemaran dan upaya pemulihan sumber air; ketersedian
serta fluktuasi debit air yang dipengaruhi perubahan fungsi lahan, faktor cuaca lokal, iklim regional, dan global; penggunaan air; serta tingkat erosi dan sedimentasi.
Terdapat tiga faktor yang memengaruhi kualitas air. Pertumbuhan dan sebaran penduduk, perubahan iklim, serta industri.
Kepadatan penduduk di Jateng mencapai 71,733 jiwa per kilometer persegi. Tertinggi di Surakarta: 11,716 jiwa per kilometer persegi. Terendah Blora: 479 jiwa per kilometer persegi.
Kendati begitu, pertumbuhan penduduk tertinggi terjadi di Kota Semarang. Dengan 1,52 persen. Jumlah penduduknya pada 2018 mencapai 1,779,757 jiwa. Sementara pertumbuhan penduduk terendah berlangsung di Kebumen, Wonogiri, dan Kabupaten Tegal: 0,17 persen.
Untuk industri, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Jateng membaginya menjadi dua kriteria. Agro industri kecil/menangah dan besar serta industri.
Terdapat 259 agro industri besar dan 548 industri besar pada 2017. Adapun agro industri kecil/menengah sebanyak 630.888 unit.
"Ada permasalahan yang timbul seiring dengan pertumbuhan industri. Yaitu, limbah cair yang tidak dikelola dengan baik," penggalan isi halaman II-45.
Ketiadaan instalasi pengolahan air limbah (IPAL) maupun ketakmaksimalan fungsinya mengakibatkan pencemaran air. Usaha kecil juga demikian. Lantaran mengelola limbahnya secara benar.
Jumlah volume air limbah yang dihasilkan pabrik, tambang, migas, energi, rumah sakit (RS), hotel, dan rumah tangga sebesar 7.027.919,51 meter kubik per hari.
Volume limbah padat rumah tangga, terminal, pabrik, RS, hotel, pariwisata, sekolah, dan lain-lain sebanyak 5.565.803,08 ton per hari. Sedangkan limbah B3 padat dari pabrik dan RS 658.308,75 ton per hari.
Di sisi lain, masyarakat Jateng mengandalkan sumber air minum dari beberapa jenis. Mencakup mata air, ledeng, sumur, sungai, air hujan, kemasan, dan lain sebagainya.
Sebanyak 70,5 persen, mengandalkan sumur. "Rumah tangga yang menggunakan sumber air ledeng sebanyak 1,508,608 dari sumur sebanyak 4,523,332 rumah tangga," demikian isi halaman II-44.
Berikutnya air hujan. Dimanfaatkan 46,535 rumah. Sebanyak 334,331 rumah tangga lainnya, memakai sumber air lainnya untuk konsumsi.