Yusril Bukan Menkumham, Prosedur Bebas Ba'asyir Keliru
YOGYAKARTA - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD menilai prosedur pembebasan terpidana kasus terorisme Abu Bakar Ba'asyir keliru sejak awal. Proses yang ditempuh justru berlawanan dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 tentang Pembebasan Bersyarat.
Menurutnya, berdasarkan PP 99 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas PP No. 32/1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan yang harusnya mengeksekusi pembebasan Ba'asyir Menteri Hukum dan HAM (Menkumham). Sementara, kata dia, Yusril Ihza Mahendra tidak memiliki otoritas tersebut.
"Saya kira prosedurnya keliru kemudian organisatorisnya juga keliru," kata Mahfud ditemui di Gedung Pusat UGM, Yogyakarta, Jumat (25/1).
Sesuai PP tersebut, kata dia, pembebasan bersyarat ditangani oleh Menkumham yang selanjutnya mendelegasikan kepada Dirjen Pemasyarakatan. "Nah, Yusril itu bukan Menkumham, penasihat presiden juga bukan. Dia penasihat Pak Jokowi, bukan presiden," ungkapnya.
Selain itu, keputusan pembebasan bersyarat juga harus didahului dengan pembinaan bagi narapidana selama beberapa bulan. Setelahnya, kata dia, dinilai masyarakat terkait dengan kelayakan mendapat pembebasan.
"Lalu dia bersedia menyatakan Pancasila dan UUD sebagai ideologi dan konstitusi yang akan dia taati, artinya taat pada NKRI," ujarnya.
Mahfud menilai ada kesan ketergesa-gesaan merujuk istilah bebas murni yang sebelumnya sempat muncul dalam rencana pembebasan Ba'asyir. Bebas murni, kata dia, diberikan melalui putusan hakim di tingkat pertama yang membuktikan orang tersebut tidak bersalah sehingga sama sekali tidak menjalani hukuman.
"Kalau bebas biasa, nunggu masa hukuman selesai. Kalau bebas bersyarat, syaratnya sisa masa hukuman tinggal 2,5 tahun," ungkapnya.
Sebelumnya, pengacara Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo/Ma'ruf Amin, Yusril mengatakan Ustaz Abu Bakar Ba'asyir akan dibebaskan. Hal tersbeut diucapkan ketua umum Partai Bulan Bintang (PBB) itu saat menemui Ba'asyir di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Teroris Gunung Sindur, Kabupaten Bogor, Jawa Barat (Jabar).
Sementara, Presiden Joko Widodo mengatakan, pemerintah akan menaati hukum dan peraturan yang berlaku terkait dengan rencana pembebasan bersyarat narapidana terorisme Ba'asyir. "Ada mekanisme hukum yang harus dilalui. Ini namanya pembebasan bersyarat, bukan murni. Syaratnya harus dipenuhi, kalau enggak, saya enggak mungkin menabrak," kata Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta.
Menurutnya, salah satu persyaratan dasar dalam pembebasan bersyarat setia pada NKRI dan Pancasila. Namun, Ba'asyir enggan menandatangani surat pernyataan setia pada NKRI.
Presiden mengatakan, pemerintah terus mengkaji tentang pembebasan bersyarat bagi Ba-asyir tersebut. Presiden juga menjelaskan rencana pembebasan bersyarat itu atas dasar kemanusiaan karena usia narapidana yang telah uzur.
"Apalagi, ini situasi yang dasar. Setia kepada NKRI dan Pancasila," ujarnya. (Ant)