WNI Terlantar 20 Jam di Bandara, Pemerintah Diminta Segera Perbaiki Sistem Karantina
Nasional, Pos Jateng - Koalisi Masyarakat Sipil untuk Keadilan Kesehatan Masyarakat mendesak pemerintah segera memperbaiki sistem dan mekanisme karantina. Desakan itu merespons beredarnya video dan pemberitaan media tentang panjangnya antrean WNI di Bandara Soekarno Hatta yang akan melaksanakan karantina pada Sabtu (18/12).
Perwakilan koalisi dari LaporCovid-19, Amanda Tan mengatakan, perbaikan juga akan mencegah calo makanan maupun karantina di hotel yang biayanya mencapai jutaan rupiah.
“Penumpukan antrean tersebut merupakan bukti sistem dan mekanisme karantina masih belum efektif dan justru rentan menjadi sumber penularan Covid-19,” kata Amanda dalam keterangannya, dilansir dari Alinea.id, Rabu (22/12).
Amanda mengatakan, penumpukan penumpang juga menunjukkan ketidaksiapan pemerintah. Ketidaksiapan tersebut mengakibatkan banyak warga harus menunggu hingga 20 jam untuk masuk menuju Wisma Atlet yang sedang ditutup karena terdeteksinya kasus varian Omircon. Atas kondisi itu, warga terpaksa tidur di lantai bandara atau conveyor belt.
"Dalam kondisi lelah setelah menempuh perjalanan jauh, situasi ini bisa menurunkan stamina kesehatan, dan tidak mustahil menjadikan rentan sakit," ujarnya.
Terkait kemunculan calo, koalisi menilai harga karantina di hotel tidak masuk akal, yakni Rp19.000.000 per orang untuk 10 hari. Situasi itu juga dimanfaatkan oleh oknum tertentu untuk melakukan aksi suap hingga meloloskan warga untuk tidak mengikuti karantina.
Disebutkan, pada April 2021 tujuh WNA asal India menyuap petugas untuk menghindari ketentuan karantina. Kemudian, selebgram Rachel Vennya mengaku membayar oknum TNI Rp 40 juta untuk bisa lolos dari karantina.
Koalisi menyesalkan, pemerintah kembali menunjukkan sifat antikritiknya. Warga yang mengeluhkan dan merekam kejadian penumpukan antrean karantina di Bandara Soekarno Hatta justru dihukum dengan menempatkan antreannya di akhir untuk menuju lokasi karantina.
Penghukuman tersebut membuktikan pemerintah represif dan tidak mengutamakan kesehatan masyarakat. Seharusnya, pemerintah melihat aksi tersebut sebagai dorongan untuk memperbaiki sistem karantina.