Utang Negara Tak Mengancam Pembangunan Nasional
Jakarta - Utang pemerintah melalui badan usaha milik negara (BUMN) naik 69 persen selama 2014-2018. Menjadi Rp4.416 triliun. Nilai ini lebih tinggi daripada 2010-2014. Sebesar 55 persen. Pinjaman guna pembangunan infrastruktur.
Menurut Anggota Komisi XI DPR, Hendrawan Supratikno, jumlah tersebut masih aman. Publik pun diimbau objektif dalam melihatnya. "Pembangunan infrastruktur yang agresif, membutuhkan dana besar. Sementara penerimaan pemerintah belum mencukupi," ujarnya di Jakarta, Minggu (7/4).
Bagi dia, tingginya utang bukan perkara besar. Selama pemanfaatannya produktif dan dikelola secara transparan. "Serta tidak membahayakan keberlangsungan pembangunan nasional," ucapnya.
Anggota Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin ini menambahkan, DPR telah menerima laporan Menteri Keuangan, Sri Mulyani. Utang pemerintah terkelola baik.
"Tapi Komisi selalu menyatakan, 'Good is not enough, when better is possible'. Harus dikelola lebih baik lagi. Jangan ketersediaan dana membuat kita lengah, manja, dan kendur dalam efisiensi," katanya.
Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu meyakinkan, pemerintah selalu berhati-hati dalam mengelola anggaran. Memastikan pinjaman dikelola dengan benar dan profesional. "Sehingga, terjebak dalam the debt trap," terangnya.
Wakil Ketua Harian TKN Jokowi-Ma’ruf Rosan P. Roeslani, sebelumnya menyatakan, negara takmungkin menjalankan pembangunan tanpa utang. Seluruh negara melakukannya. Termasuk Amerika Serikat. Negara maju.
Dia menilai, utang Rp5.000 triliun tergolong wajar. Angka ini masih 30 persen dari produk domestik bruto (PDB) dan dalam batas aman. Batas maksimal sesuai regulasi 60 persen. "Yang penting, utang diperuntukkan untuk hal-hal yang produktif serta ada pengendalian," jelasnya.