'Startup' Surakarta Kalah dengan Kota Lain
Surakarta - Pertumbuhan perusahaan rintisan (startup) di Kota Surakarta mulai bergeliat. Namun, belum semaju Kota Bandung, Yogyakarta, atau DKI Jakarta.
Hal tersebut, menurut CEO Triponyu, Augustinus Adhitya, salah satunya disebabkan belum adanya wadah representatif bagi pelaku startup untuk berkolaborasi.
"Ada 'garis-garis' yang masih cukup keras," ujarnya di Kota Surakarta, Jawa Tengah (Jateng), Minggu (25/11).
Faktor lain, butuh investor untuk mengembangkan startup. Namun, sampai kini masih sulit untuk melibatkan pemodal. Soalnya, rata-rata memakai konsep konvensional dalam melihat bisnis startup.
"Misalnya saja ketika akan melakukan investasi. Hal yang dilihat, adalah jaminan," jelas Adhitya.
"Sedangkan kalau bicara startup, apalagi bidang IT, hal itu tidak bisa dilakukan. Jaminan startup IT adalah ide dan infrastruktur," tambahnya.
Padahal, kata Adhitya, masih besar potensi startup yang bisa digali di Surakarta. "Masih banyak persoalan (kebutuhan masyarakat) yang kemungkinan bisa diatasi dengan startup," terangnya.
Sedangkan menurut CEO Circustudio, Gisneo Pratala, ada "kesalahan sistematika" pada pengembangan startup di Surakarta. "Dalam arti, di Solo ini belum ada hub untuk creative industry maupun digital industry," paparnya.
"Harusnya Solo bisa menjadi kota keren karena menghubungkan daerah-daerah di sekitarnya. "Menurut saya, ada kesalahan sistematika,
Karenanya, dia meminta pelaku startup mengubah cara pandang (mindset), agar berkolaborasi dalam mengembangkan ekosistem. "Di Solo ego antara startup yang satu dengan yang lain masih tinggi," tutupnya.