Rusak Harga Gula Nasional, Kemenperin Diminta Tegas Investigasi PT Kebun Tebu Mas
Lamongan, Pos Jateng - Wakil Ketua Komisi VI DPR, Gede Sumarjaya Linggih, meminta Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menginvestigasi PT Kebun Tebu Mas (KTM). PT KTM diduga membangun pabrik sebagai kedok untuk memperoleh izin impor gula mentah, sehingga merusak harga gula di pasaran selama ini.
Ia mengatakan, langkah tersebut merespons surat permohonan yang dikirim Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu ke Kemenperin tentang pencabutan izin PT KTM.
Dalam surat permohonan tersebut, ia menjelaskan PT KTM diduga merusak harga beli tebu dan 12 pabrik gula di Jawa Timur (Jatim) yang terancam tutup. Kemudian, menimbulkan persaingan yang tidak sehat dalam mendapatkan bahan baku tebu dengan cara disinyalir menimbun gula rafinasi dan konsumsi serta PT KTM diduga menyebarkan hoaks.
"Saya pikir, setiap pengaduan masyarakat harus segera ditindaklanjuti sesuai dengan mekanisme dan regulasi yang ada. Kita tetap berprinsip praduga tak bersalah. Maka, agar dapat diketahui dengan pasti kebenarannya, harus dilakukan investigasi khusus untuk itu," ujar Sumarjaya dalam keterangannya di Alinea.id, Kamis (22/7).
Ia mengatakan gudang PT KTM sempat disidak Satgas Pangan Jatim pada akhir April 2021 dan didapati dugaan penimbunan 15.000 ton gula rafinasi dan 22.000 ton gula kristal putih.
"Tindakan penimbunan di masa pandemi itu termasuk kejahatan pangan. Sanksi pidana penimbunan pangan diatur dalam Undang-Undang (UU) Pangan Nomor 18 Tahun 2012 dan Undang-Undang Perdagangan Nomor 7 Tahun 2014," tuturnya.
Politikus Partai Golkar ini melanjutkan, sudah banyak desakan dari berbagai kelompok mengusut praktik kecurangan yang dilakukan PT KTM. Karenanya, ia memimta pemerintah segera menginvestigasinya.
"Negara tidak boleh kalah dari para cukong yang ingin mengambil untung dengan cara-cara yang tidak benar. Bila terbukti bersalah, jatuhkan sanksi administratif berupa pencabutan izin. Bilamana terdapat dugaan tindak pidana, segera lakukan koordinasi dengan pihak terkait," pungkasnya.
Sebagai informasi, berdasarkan Pasal 29 ayat (1) UU Perdanganan, pelaku penimbun terancam penjara hingga 5 tahun dan denda maksimal Rp50 miliar. Sedangkan Pasal 133 UU Pangan mengancam setiap penimbun makanan dikenai pidana 7 tahun atau denda paling banyak Rp100 miliar.