Pengamat Sebut Subsidi Migor Curah Akan Timbulkan Masalah Baru
Nasional, Pos Jateng – Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira mengatakan kebijakan pemerintah untuk mensubsidi minyak goreng (migor) curah kurang tepat. Ia menilai, subsidi tersebut akan menimbulkan masalah baru karena migor curah rentan dioplos.
Sebelumnya, Pemerintah telah mengambil keputusan mensubsidi migor curah menjadi Rp14.000 per liter. Subsidi yang diberikan akan berbasis pada dana dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Perubahan ini membuat harga eceran tertinggi (HET) migor curah sebesar Rp11.500 per liter tidak berlaku lagi.
“Bagaimana cara pemerintah mengawasi dan mengecek harga migor curah di level pasar tradisional? MIgor curah rentan dioplos dan banyak yang menggunakan (minyak) daur ulang atau jelantah," kata Bhima dalam keterangannya, dikutip dari Alinea.id, Rabu (16/3).
Bhima menyebut, masalahnya sekarang ada di hulu dan distribusi, bukan pada operasi pasar dan subsidi. Pasokan diklaim aman dengan adanya Domestic Market Obligation (DMO) minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) 30%. Di sisi lain fakta yang terjadi antara distributor dan pemasok saling tuding.
"Dan pemerintah tidak ada datanya, ini ibarat pemadam kebakaran gonta ganti kebijakan. Harusnya konsisten saja," tegasnya.
Ia melanjutkan, migor curah dan kemasan sederhana banyak dikonsumsi oleh kalangan menengah ke bawah. Ia khawatir pemerintah lepas tangan pada migor kemasan dengan mensubsidi yang curah.
"Dan saya melihat kapasitas BPDPKS, apakah bisa mensubsidi, jangan-jangan mengulangi lagi kegagalan saat migor kemasan gak efektif, harga gak turun," jelasnya.
Sebagai informasi, Menko Perekonomi Airlangga Hartarto mengatakan keputusan mensubsidi harga minyak kelapa sawit curah menjadi sebesar Rp14.000 per liter. Hal ini diambil setelah pemerintah memperhatikan kenaikan harga komoditas minyak nabati, termasuk minyak kelapa sawit secara global.
"Subsidi akan diberikan berbasis kepada dana dari BPDPKS," ucapnya.
Sedangkan untuk migor kemasan, lanjut Airlangga, akan menyesuaikan dengan harga keekonomian. Kemudian, Menteri Perdagangan juga akan menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan mengenai Harga Eceran Tertinggi (HET) yang berlaku pada 16 Maret 2022.
"Harga migor kemasan lain, ini tentu akan menyesuaikan terhadap nilai keekonomian. Sehingga tentu kita berharap bahwa dengan nilai keekonomian tersebut, minyak sawit akan tersedia di pasar modern maupun di pasar tradisional atau pun di pasar basah," ujarnya.