Pengadilan Pidana Internasional diyakini tak lanjuti laporan FPI
Pengadilan Pidana Internasional atau International Criminal Court (ICC) diyakini tidak menindaklanjuti laporan kematian enam laskar ormas Front Pembela Islam (FPI) oleh personel kepolisian di KM 50 tol Jakarta-Cikampek, Karawang, Jawa Barat (Jabar).
Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Poengky Indarti, menyatakan demikian lantaran ICC hanya mengadili perkara-perkara pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat (gross violations of human rights) yang tertuang dalam Statuta Roma.
"Yaitu genosida, kejahatan kemanusiaan, kejahatan perang, dan agresi," katanya, Sabtu (30/1).
ICC juga menerima exhausted domestic remedy atau kejahatan di mana peradilan di negara bersangkutan tidak mau melaksanakan tugas-tugasnya untuk mengadili perkara (unwilling and unable).
"ICC tidak akan mau menangani perkara yang akan, sedang, atau telah ditangani oleh sistem peradilan pidana di negara yang bersangkutan," sambung dia.
Selain itu, yang bisa berperkara merupakan anggota ICC. "Indonesia bukan anggota ICC, sehingga tidak bisa diadukan," jelas menyandang gelar Master untuk Internasional Human Rights Law ini.
Karenanya, Poengky berpendapat, langkah tim advokasi mengadukan kematian enam Laskar FPI ke ICC tidak tepat. Apalagi, Komnas HAM tidak menganggap insiden tersebut sebagai pelanggaran HAM berat. "Sehingga tidak termasuk yurisdiksi ICC."
Pernyataan senada disampaikan Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara. Menurutnya langkah tim hukum FPI bakal menemui jalan buntu karena Indoensia belum meratifikasi Statuta Roma.
FPI disarankan menyelesaikan masalah kematian enam anggotanya di Polri. Apalagi, Kapolri sudah berjanji bakal menindaklanjuti rekomendasi Komnas HAM.