PBNU: Setop polemik salat Id, warga harus patuhi pemerintah
Rais Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Ahmad Ishomuddin, meminta seluruh pihak menyudahi polemik salat Id. Pangkalnya, hukum Islam salat Id merupakan sunah muakkad.
"Jadi, bukan sesuatu yang wajib. Kemudian, yang pelaksanaannya itu biasanya di masjid atau di tanah lapang, tetapi boleh juga dilakukan di rumah-rumah. Nah, kalau dilakukan secara jemaah, itu memang merupakan kesepakatan," katanya ketika dihubungi, Senin (10/5) malam.
"Tetapi kalau dikerjakan sendirian di rumah, menurut mazhab Imam Syafi'i, itu juga sah," tambahnya.
Karena bersifat tidak diwajibkan secara hukum Islam, setiap orang harus mematuhi ketentuan pemerintah, khususnya Kementerian Agama (Kemenag). Pada pandemi, kata Ishomuddin, sebaiknya masyarakat salad Id di rumah untuk menjaga kesehatan agar terhindar dari penularan Covid-19.
"Artinya, masyarakat Indonesia wajib mematuhi imbauan pemerintah Republik Indonesia karena itu merupakan ikhtiar, upaya, dan kerja sama untuk mengakhiri pandemi yang berdampak luas pada segala sektor kehidupan masyarakat, termasuk di dalamnya adalah sektor ekonomi," tuturnya.
Apabila masyarakat tidak patuh kepada pemerintah, pandemi takkan segera berakhir. Untuk jemaah di zona merah, sebaiknya salat Id dikerjakan di rumah.
"Kalau ada di zona kuning, kalau mau mengerjakannya harus betul-betul melaksanakan secara ketat protokol kesehatan (prokes) karena banyak masyarakat yang kena Covid-19 akibat tidak jujur," paparnya. "Ketika dia menularkan ke orang lain itu merupakan kejahatan dan menurut pandangan agama, merupakan sebuah dosa."
Mengenai adanya kontroversi di wilayah zona merah, Ishomuddin berpandangan, warga harus mematuhi ketentuan pemerintah. "Masyarakat tidak perlu berpolemik."
Di sisi lain, Ishomuddin meminta pemerintah, terutama Satgas Covid-19 di daerah, tidak bosan memberikan pemahaman kepada masyarakat.
"Semua para tokoh agama (juga) harus memiliki kesadaran, bahwa Covid-19 ini bukan hanya di Indonesia, tapi di semua negara. Dan apabila masyarakat tidak disiplin, kita akan terlalu lama di situasi pandemi dan ini akan merugikan masyarakat. Kalau masyarakat tidak percaya, ancamannya nyawa. Padahal, nyawa itu harus dilindungi dalam semua ajaran agama," urainya.
Agar isu ini tidak menjadi polemik berkepanjangan, dirinya menyarankan komunikasi intens terus dilakukan. Pun demikian dengan memberikan tindakan tegas terhadap pelanggar prokes.
"Pemerintah harus berani meyakinkan dan bertindak tegas kepada semua orang yang melakukan pelanggaran. Memberikan penjelasan yang terus menerus, tanpa bosan karena memang masih ada masyarakat yang tidak percaya," tandas Ishomuddin.