Pakar hukum sebut TWK pegawai KPK amanat UU
Pakar hukum Petrus Selestinus menyatakan, tuduhan yang menyebut tujuan tes wawasan kebangsaan (TWK) pengawai KPK untuk menyelamatkan buron Harun Masiku tidak masuk akal. Dalihnya, asesmen itu perintah Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK.
"Itu tudingan ngawur. Tidak masuk akal hanya untuk mengamankan Harun Masiku, sebuah sistem dilahirkan. Itu tuduhan orang-orang sakit jiwa," katanya, Senin (7/6).
Menurut Petrus, masyarakat harus menyadari bahwa menjadi aparatur sipil negara (ASN) harus berprinsip pada nilai dasar, kode etik, kode perilaku, integritas moral, taat pada UUD NRI 1945 dan pemerintahan yang sah. Abdi negara pun harus setia pada Pancasila dan bertakwa kepada Tuhan.
"Jika ada yang setuju Pancasila diganti, itu sama dengan seideologi dengan HTI (Hizbut Tahrir Indonesia) atau PKI (Partai Komunis Indonesia) sebagai ormas dan partai terlarang. Ini kesalahan besar calon pegawai KPK memahami nilai dasar yang dituntut dalam UU ASN," tuturnya.
Dia menambahkan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak perlu "turun tangan" sepanjang pelaksanaan alih status pegawai KPK menjadi ASN tak melanggar hukum.
"Meskipun soal rekrutmen ASN di bawah tanggung jawab BKN, Menpan, KASN, dan LAN, di mana presiden selaku pimpinan tertinggi, namun presiden tidak perlu turun tangan, karena jalannya alih ASN KPK sesuai prosedur," jelasnya.
Setelah KPK bersih dari orang-orang yang menyimpang, menurutnya, lembaga antikorupsi harus tampil digdaya. "Buka lagi kasus-kasus yang mangkrak di KPK dan benahi praktik 'tebang pilih'."
Petrus mengatakan, sistem di KPK akan tetap berjalan meski ada beberapa orang tidak lulus TWK. Ketua KPK, Firli Bahuri, pun memastikan penanganan perkara, terutama perkara besar, terus berjalan walaupun ada pegawai yang dibebastugaskan karena gagal TWK.