NU dan Muhammadiyah: Politik Sehat Ciptakan Pemimpin Berkualitas
Jakarta - Kontestasi politik, seperti pemilihan umum, yang berkualitas dan tanpa konflik primordial menuntut peranan semua komponen bangsa.
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Prof Abdul Mu'ti tegaskan adalah menjadi tanggung jawab organisasi keagamaan untuk juga turut menjaga kualitas konrestasi politik.
"Politik ormas keagamaan adalah politik moral, berdiri di atas berbagai kepentingan politik, bukan pada satu kepentingan politik saja," ujar Mu'ti pada webinar Moya Institute bertajuk “Ukhuwah Islamiyah Vis a Vis Krisis Global dan Kontestasi Politik 2024”, pada Senin (17/4/2023).
Pjs Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Marsudi Syuhud memaparkan bahwa rasa dan sikap kekeluargaan sebagai bangsa telah ada sejak dulu dalam masa Islam yang diajarkan Nabi Muhammad SWT. Marsudi mengungkapkan bahwa semua perbedaan kala itu disatukan dalam Madinah Chapter, sehingga siapa saja yang sudah sepakat mendirikan sebuah bangsa, maka diikat dalam satu ikatan bersama.
"Yang bisa memecah belah ini disebut dengan persaingan, termasuk urusan politik. Untungnya persaingan politik ini ada panggungnya, ada aturannya. Ketika bersaing ada aturan, panggung, dan wasit, maka terciptalah persaingan sehat," kata Marsudi.
Rektor Universitas Islam Internasional Indonesia Prof. Komaruddin Hidayat menyampaikan, ukhuwah islamiyah bukanlah persaudaraan di antara orang islam, tetapi persaudaraan sesama manusia yang dibalut dalam nilai-nilai Islam.
"Agama seharusnya untuk membangun etika kemanusiaan. Siapapun yang merasa beragama jangan menonjolkan kepentingan sendiri dan memunculkan perpecahan. Jangan agama direduksi hanya untuk kepentingan kelompok," tukas Komaruddin.
Pemerhati isu-isu global dan strategis Prof Dubes Imron Cotan mengemukakan bahwa dalam mencari dan menemukan pemimpin politik yang baik tak dapat dipungkiri berasal dari suatu persaingan. Namun, Imron menambahkan, persaingan tersebut haruslah dilakukan secara sehat. Perbedaan politik, ujar Imron, tidak menjadi alasan menciptkan polarisasi atau perpecahan.
"Seharusnya persaingan politik memunculkan gagasan baru, ide segar, untuk membangun bangsa. Bukan malah memecah persatuan bangsa," cetus Imron.
Direktur Eksekutif Moya Instiute Hery Sucipto mengatakan, sebagai mayoritas, peran positif dari umat Islam sangat diharapkan, agar friksi seperti yang terjadi di masa-masa lalu tidak terulang kembali. Perbedaan pilihan politik adalah natural terjadi di suatu negara demokrasi, tetapi tidak dapat dijadikan sebagai alasan pembenar bagi tindakan-tindakan anarkis dan memecah-belah persatuan dan kesatuan bangsa.