MPR: Fanatisme rusak kemajemukan
Wakil Ketua MPR, Jazilul Fawaid, menyatakan, fanatisme yang berujung pada tindakan radikal menjadi fenomena global yang mesti diwaspadai. Merasa golongannya paling benar dan yang lain salah jelas bertentangan dengan sistem demokrasi Indonesia dan merusak kemajemukan.
"Tindakan tersebut berbahaya bagi Indonesia yang majemuk agama, bahasa, dan suku bangsanya," kata Gus Jazil, sapaannya, Jumat (4/12).
Karenanya, dia mendorong pemerintah mencegah dan menindak sedini mungkin agar tertutup celah lahirnya pikiran dan sikap radikalisme. Negara juga perlu membuka dialog dengan semua kalangan secara berkesinambungan.
"Pemerintah harus menunjukkan sikap keteladanan dengan menghidupkan budaya dialog serta menghindari kebijakan dan tindakan yang dapat mencederai rasa keadilan bagi warganya," jelas politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini.
Menurut Koordinator Nasional Nusantara Mengaji itu, demokrasi di Indonesia belum berjalan baik jika fanatik berlebihan sampai menjadi radikal masih tumbuh subur. Alasannya, demokrasi merupakan alat untuk melahirkan kesejahteraan dan keadilan yang merata.
"Jika tidak bisa menangkal paham tersebut, kita patut instrospeksi terhadap perjalan demokrasi di Indonesia," ujarnya.
Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Antonius Benny Susetyo, menambahkan, radikalisme merupakan ancaman yang memaksakan kebenaran absolut dalam tafsir tunggal. Dengan demikian, menganggap pihak lain salah.
"Ini harus dilawan dengan keyakinan, yaitu ideologi Pancasila," ucapnya.
Sementara itu, Kapolri, Jenderal Idham Azis, menegaskan, negara tidak boleh kalah dengan kelompok yang melakukan cara-cara premanisme, apalagi sampai menghalangi proses penegakan hukum.
"Indonesia merupakan negara hukum. Semua elemen harus bisa menjaga ketertiban dan keamanan masyarakat," tandasnya.