Menteri Rangkap Jabatan Langgar Undang-Undang
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengimbau, menteri Kabinet Indonesia Maju tak rangkap jabatan di partai politik. Lantaran rawan terjadi konflik kepentingan.
"Itu sebabnya, dipahami ada menteri tidak boleh merangkap jabatan sebagai pimpinan organisasi yang menerima dana dari APBN," ucap Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang, di Jakarta.
Dirinya menerangkan, hal tersebut tertuang dalam rekomendasi komisi antirasuah dalam politik cerdas berintegitas. Dengan konsep Sistem Integritas Partai Politik (SIPP). Salah satu isinyam kaderisasi mesti disusun secara hati-hati.
Ini pun tertuang dalam Pasal 23 Undang-Undang (UU) Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Apalagi, partai politik menjadi salah satu subjek penerima uang negara. Sebagaimana bunyi Pasal 34 UU Nomor 2 Tahun 2011.
Karenanya, Saut mengimbau pembantu Presiden tak bersikukuh menjadi ketua umum partai. "Ada dasar peraturan perundang-undangnya. Ya, diikuti saja itu," ujarnya.
Tiga anggota Kabinet Indonesia Maju merupakan ketua umum partai. Mereka adalah Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto (Gerindra); Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto (Golkar); dan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Suharso Monoarfa (Partai Persatuan Pembangunan/PPP).
Beberapa menteri lain menjadi pejabat teras di partainya masing-masing. Seperti Sekretaris Jenderal DPP NasDem, Johnny G. Plate (Menteri Komunikasi dan Informatika); Ketua DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Ida Fauziyah (Menteri Ketenagakerjaan); serta Wakil ketua Umum DPP Gerindra, Edhy Prabowo (Menteri Kelautan dan Perikanan).
Kendati begitu, takada di antara mereka yang hendak menanggalkan posisinya di partai. Bahkan, Airlangga berencana kembali menjadi ketua umum via musyawarah nasional (munas). Rencananya digelar Desember 2019.
Sementara, pengamat ekonomi politik Ichsanuddin Noorsy, menilai, rangkap jabatan Airlangga merupakan kekeliruan dalam kabinet Joko Widodo (Jokowi). "Masa struktur pemerintah digabung menjadi struktur politik? Jadi rusak sistem ini," katanya.
"Ini salah sistem. Mestinya, diperbaiki oleh pemimpinnya. Perbaiki dulu iklim sosial politik. Untuk melahirkan iklim ekonomi yang sehat," tutupnya.