LIPI: Alat Peringatan Dini Tsunami Pemerintah Tak Bisa Diandalkan
Jakarta, Pos Jateng - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menyebut INA TEWS (Indonesia Tsunami Early Warning System) masih bermasalah dan tidak bisa diandalkan masyarakat dalam menghadapi tsunami.
"Terus terang harus diakui sistem itu belum berjalan dengan baik. Sehingga kemudian masyarakat tidak bisa bergantung pada sistem itu. Dari beberapa kejadian sebenarnya sistem itu gagal dalam memberikan peringatan dini," ujar peneliti Pusat Riset Geoteknologi LIPI, Eko Yulianto dalam keteranganya, Senin (20/9).
Dijelaskan Eko, gempa sering terjadi malam hari, sehingga dibutuhkan satu sistem peringatan dini yang dapat membangunkan orang yang sedang tidur.
"Oleh karena itu setiap rumah perlu memiliki sistem peringatan dini sendiri. Misalkan dengan menggunakan sebuah kaleng berisi kerikil atau kelereng diletakkan di pinggir lemari yang akan terjatuh dan berbunyi keras jika ada guncangan," katanya.
Menurutnya, banyak tempat di Indonesia di mana tsunami begitu dekat dari daratan.
"Hanya butuh waktu kurang dari 10 menit dari gempa, tsunami akan mencapai daratan. Misalnya pantai di sebelah barat Sumatera, dari Simeulue, Nias Mentawai Enggano. Semua pantai ini sangat dekat dengan sumber gempa," ungkapnya.
Ia menambahkan, pada 2010 tsunami mencapai daratan dalam tempo 7 hingga 8 menit. Hal yang sama dengan kejadian tsunami di Selat Sunda dan di Palu.
"Waktu yang begitu pendek sehingga tidak mungkin diatasi oleh sistem peringatan dini yang kita miliki sekarang," katanya.
Ia melanjutkan, belajar dari gempa dan tsunami di Aceh dan Pangandaran, alam telah memberikan peringatan dini berupa suara dentuman, gemuruh angin, rombongan burung yang terbang, garis hitam muncul di cakrawala. Jadi, ketika tsunami terjadi, abaikan harta, jauhi sungai dan jembatan.
"Naiklah ke pohon, bangunan tinggi atau bukit terdekat. Kalau sempat terbawa oleh gelombang cari benda yang terapung sebagai pelampung. Kalau sedang berada di laut, jangan berlari ke darat," pungkasnya.