La Nyalla Minta Kepolisian Tindak Kartel Minyak Goreng
Jakarta, Pos Jateng - DPD RI meminta Kepolisian dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menindak tegas kartel minyak goreng. Ketua DPD RI, La Nyalla mengatakan, masyarakat banyak menjerit akibat kelangkaan minyak goreng di toko ritel kecil di sejumlah daerah.
"Padahal Presiden Joko Widodo sudah memberi instruksi jajarannya untuk memastikan minyak goreng tersedia dengan HET yang sudah ditetapkan, yaitu Rp14 ribu per liter," kata La Nyalla dalam keterangannya di Jakarta, dikutip dari Alinea.id, Senin (31/1).
Menurut La Nyalla, kelangkaan minyak goreng terjadi karena kegagalan dalam memahami psikologi konsumen dan supply chain-nya. Selain itu, belum ada kebijakan minyak goreng dari hulu dan hilir yang terkontrol dengan baik.
"Bahkan KPPU bilang hanya ada empat perusahaan yang menguasai perdagangan minyak goreng di Indonesia," ujar dia.
Atas dasar itu, La Nyalla meminta pemerintah melalui Kepolisian dan KPPU mengusut tuntas dugaan adanya kartel minya goreng.
"Pemerintah, melalui Polri dan KPPU mesti mengusut dugaan kartel dan kemungkinan adanya penimbunan," tuturnya.
Ia juga menyoroti perilaku para pemilik lahan konsesi sawit dan perusahaan turunannya yang seharusnya mengutamakan domestic market obligation, ketimbang pasar ekspor. Menurutnya, pihak ini sudah berpuluh tahun mendapat konsesi lahan, bahkan memiliki industri turunannya dari hulu sampai hilir mereka kuasai bertahun-tahun.
"Bahkan salah satu paket bansos dari pemerintah juga berupa minyak goreng. Yang artinya masuk ke mereka juga uang bansos itu. Tapi krisis minyak goreng langka dan mahal masih terjadi," katanya.
Sebelumnya, Kepala Biro Humas dan Kerja Sama KPPU, Deswin Nur menegaskan, pihaknya memutuskan membawa masalah harga minyak goreng ke ranah hukum, termasuk terkait indikasi kartel dalam kenaikan harga komoditas tersebut (kartel minyak goreng).
"Komisi sejak Rabu (26/1) kemarin, memutuskan untuk melanjutkan hasil penelitian kami ke ranah penegakan hukum," ujarnya dalam keterangan pers , Minggu (30/1).
Deswin menjelaskan, dalam proses penegakan hukum, fokus awal akan diberikan pada pendalaman berbagai bentuk perilaku yang berpotensi melanggar pasal-pasal tertentu di Undang-Undang.
"Khususnya dalam mengidentifikasi berbagai perilaku yang kemungkinan melanggar (atau dugaan pasal yang kemungkinan dilanggar) dan berbagai calon terlapor dalam permasalahan tersebut," kata dia.