KPK disarankan fokus kerja dan abaikan polemik TWK
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) disarankan fokus kerja dibandingkan merespons polemik tes wawasan kebangsaan (TWK). Alasannya, pimpinan periode sebelumnya meninggalkan banyak pekerjaan rumah (PR).
"Enggak usah dipusingkan. Fokus kerja saja. PR-nya masih banyak, kok," kata Ketua Setara Institute, Hendardi, Kamis (17/6).
Dirinya menjelaskan, KPK hanya menjalankan perintah Undang-undang (UU) Nomor 19 Tahun 2019 dalam pelaksanaan TWK. Badan Kepegawaian Negara (BKN) dengan beberapa asesor pun menjadi pelaksana teknisnya sehingga KPK tidak terlibat langsung.
"Jadi, kalau dikatakan bahwa ini kemauan Pak Firli atau KPK, saya kira, itu keliru," jelasnya.
Menurut Hendardi, isu TWK sudah selesai. Pangkalnya, telah ada hasil dengan 75 pegawai dinyatakan tidak lulus dan lalu dikoreksi menjadi 51 pegawai (5,4%) dari total pegawai. Namun, pegawai yang gagal diklaim bermanuver politik daripada membawa persoalan ini ke ranah hukum.
"Mereka ke PGI, ke MUI, ke Komnas HAM, dan sebagainya. Itu hak mereka. Persoalannya sangat sederhana, tapi dibuat tidak sederhana," ucapnya.
Dirinya menilai, segelintir orang yang tidak lulus tersebut punya modal politik ketika Firli belum memimpin KPK.
"Mereka menyusun kekuatan, mereka jalin hubungan dengan beberapa LSM, menjalin hubungan dengan beberapa media, dan juga dengan eks komisioner. Intinya, mereka mau menguasai KPK. KPK distempel seolah-olah mereka dan mereka adalah KPK. Itu, kan, enggak benar," tuturnya.
Baginya, mereka yang ribut-ribut hanya yang tidak lulus TWK alias sudah di luar institusi. Karenanya, Hendardi yakin, polemik ini takkan mengganggu kinerja KPK.
"Tidak perlu ditanggapi juga, ya. Saya kira, tidak akan mengganggu kinerja KPK. Mereka pasti habis juga kekuatannya," kata Hendardi.
Sementara itu, pakar hukum Petrus Selestinus mengatakan, pimpinan KPK tidak boleh dipersalahkan apalagi dimintai pertanggungjawaban terkait pelaksanaan TWK. Namun, diharapkan bisa menjelaskan ke publik bahwa tiada yang salah dari TWK.
"KPK terus saja bekerja, fokus pada tugas penegakan hukum, abaikan perilaku pegawai yang tidak lulus dan Komnas HAM yang sama-sama salah jalur," sarannya.
Menurut dia, polemik TWK terkesan tak selesai karena mereka yang gagal tidak menempuh upaya hukum. "Bisa saja pertimbangannya karena panggung untuk genderang perang di media sosial tidak terbuka lebar juga kalkulasi kalah-menang. Mungkin kecil peluangnya untuk menang," tutupnya.