Ketua KSPI: Kenaikan Upah Minimum 2022 Lebih Kejam dari Orba
Jakarta, Pos Jateng - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal menyebut kenaikan Upah Minimum (UM) yang hanya 1,09% pada 2022 dinilai berada di bawah rata-rata inflasi nasional. Ia menjelaskan, inflasi yang dimaksud bukanlah kenaikan upah, tetapi penyesuaian terhadap harga-harga barang. Menurutnya, kenaikan tersebut lebih kejam dibandingkan rezim orde baru (orba) Soeharto.
“Kok tega-tega itu Menaker Ida Fauziyah dan menteri-menteri terkait, dengan kebohongan-kebohongannya. Kami bisa beradu data, buruh tak bodoh-bodoh sekali, memang pejabatnya orang-orang pintar. Kami mengerti, belum pernah jaman Soeharto berkuasa, era orba, naik upah di bawah inflasi," ucapnya dalam konferensi pers virtual, Jumat (19/11).
Said menilai pemerintah memperburuk keadaan pandemi Covid-19 dengan nilai kenaikan upah tersebut.
"Sudah gagal mengembalikan harga (bahan pokok seperti sebelum pandemi Covid-19 melanda Indonesia), terus rakyat disuruh nombok," lanjutnya.
Ia juga menggugat istilah batas bawah dan batas atas dalam penghitungan UM dalam PP Nomor 36/2021 tentang Cipta Kerja. Ia mengklaim, di negara mana pun tidak ada upah minimum dengan batas atas dan batas bawah.
"Kok, menjilat ludahnya sendiri, dasar hukum apa yang dipakai oleh Menaker untuk membuat batas atas dan bawah. Sungguh pemufakatan jahat," ucapnya.
Sebelumnya, Menaker RI, Ida Fauziah mengatakan, kebijan UM bertujuan memberikan perlindungan kepada pekerja/buruh agar upahnya tidak dibayar terlalu rendah. Selama ini, posisi tawar mereka yang lemah dalam pasar kerja membuat pengupahan oleh perusahaan semena-mena.
“UM adalah upah terendah yang ditetapkan oleh pemerintah yang berlaku bagi pekerja/buruh dengan masa kerja kurang dari 1 tahun pada perusahaan yang bersangkutan," kata Ida Fauziyah dalam keterangannya, dilansir dari kemnaker.go.id.