Ibu Kota Baru Berada di 2 Kabupaten Kaltim
JAKARTA - Pemerintah mengumumkan Kabupaten Kutai Kartanegara dan Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur (Kaltim), sebagai lokasi Ibu Kota anyar. Keputusan disampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Negara, Jakarta, Senin (26/8).
Jokowi berkilah, ada beberapa alasan di balik keputusan tersebut. Seperti risiko bencana minim, berada di tengah-tengah Indonesia, berdekatan dengan perkotaan yang telah berkembang, dan memiliki infrastruktur lengkap. Juga tersedia lahan pemerintah 180 ribu hektare.
Sementara, Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) menargetkan, pengerjaan Ibu Kota baru dimulai 2021. Tiga tahun berselang, diharapkan gedung-gedung pemerintah telah berdiri.
Gedung-gedung pemerintahan, Badan Pertanahan Nasional (BPN) memproyeksikan, butuh lahan sekitar 3.000 hektare. Khususnya pada fase awal.
Ihwal pembiayaan, ungkap Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro, dilakukan melalui tiga skema. kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU), anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), serta pendapatan negara bukan pajak (PNBP).
Dibiayai perusahaan pelat merah dalam bentuk investasi. Untuk pengerjaan infrastruktur jalan, bandara, dan pelabuhan. Salah satu contohnya.
Total anggaran yang dibutuhkan sekitar Rp466 triliun. APBN sebanyak Rp74,44 triliun, KPBU senilai Rp265,2 triliun, dan KPBU sebesar Rp127,3 triliun.
Tiga Klaster
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono, melanjutkan, pembangunan infrastruktur dibagi menjadi tiga klaster. Pertama, desain kawasan.
"Untuk meletakkan rencana tata bangunan, selesai 2019. Atau minimal sampai 2020," katanya.
Kedua, tahap desain dan pembangunan sarana-prasarana (sapras) dasar. Dicanangkan berlangsung medio 2020.
"(Prosesnya) seperti halnya saat kita renovasi Gelora Bung Karno. Tidak dengan cara common. Yaitu, desain dulu. Baru tender. Tapi, desain and build. Jadi, kontraktor dan konsultan jadi satu," tuturnya.
Terakhir, pelaksana dasar jalan, air, drainase, dan sebagainya. Juga dimulai pertengahan 2020. "Dengan jadwal ini, mudah-mudahan bisa kita tangani," ucapnya.
Membutuhkan anggaran sekitar 19 persen dari total kebutuhan. "Tidak semuanya dari APBN. Tapi, untuk prasarana dasar," tutup Basuki, melansir Antara.