Analis Politik Klaim Isu Penundaan Pemilu 2024 Dibuat untuk Jebak Jokowi
Nasional, Pos Jateng - Analis politik sekaligus Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago membeberkan adanya pihak-pihak yang sengaja menghembuskan isu penundaan Pemilu 2024 dan penambahan masa jabatan presiden untuk menjebak Jokowi.
Pangi menyebut ada beberapa aktor yang berperan dalam isu tersebut, yakni Menko Bidang Perekonomian, Airlangga Hartanto hingga Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan.
“Saya hakul yakin bentangan empiris tadi, tone suaranya sama, ada kekuatan lain yang mengondisikan agar orkestranya sama. Dari sederetan nama tadi mulai dari Bahlil, Muhaimin Iskandar, Zulkifli Hasan, Airlangga Hartato, dan terakhir Luhut adalah aktor orkestra wacana penundaan pemilu," ujar Pangi dalam keterangannya, dikutip dari Alinea.id, Kamis (17/3).
Menurutnya, ada dugaan arsitek desain penundaan pemilu oleh tangan-tangan pemeritah. Pangi menambahkan, para orkestrator di atas tampaknya menampar muka Presiden Jokowi. Pasalnya, Jokowi sudah tegasnya menyatakan tidak ingin menambah jabatannya menjadi tiga periode.
"Kelompok aktor-aktor yang minta menunda pemilu atau menambah masa jabatan presiden sama saja telah menampar wajah presiden (Jokowi), mengambil muka. Padahal presiden sudah punya muka dan ingin menjebak presiden," ujar dia.
Dia mengatakan, publik termasuk dirinya sebenarnya sudah senang dengan pernyataan Jokowi yang tegas menolak perpanjangan masa jabatan. Sayangnya, sikap tegas itu tak nampak pada wacana penundaan Pemilu 2024.
"Tetapi kok enggak muncul ya soal sikap presiden mengenai penundaan pemilu, yang kita tunggu-tunggu sebetulnya statemen presiden. Misalnya 'kami menghargai aspirasi masyarakat untuk menunda pemilu, tapi saya sebagai presiden bertanggung jawab untuk menyelenggarakan pemilu tepat waktu sesuai dengan jadwal yang sudah ditetapkan KPU tanggal 14 Februari 2024'," ungkapnya.
Di sisi lain, Pangi menegaskan, wacana penundaan pemilu jelas membahayakan tatanan dan menganggu siklus negara demokrasi. Menurutnya, UUD 1945 sudah jelas mengatur tentang pembatasan masa jabatan presiden. Justru pembatasan jabatan presiden menjadi salah satu ciri khas utama pembeda antara sistem demokrasi dengan otoritarianisme.