Hasil Riset Koreksi Hari Jadi Purworejo
Purworejo - Hari jadi Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah (Jateng), diganti. Pun dengan usianya. Berkurang signifikan. Hampir alaf.
Sejarawan Purworejo, Atas Danu Subroto, menyatakan, perubahan tersebut berdasarkan hasil riset dengan pendekatan etimologis. Sejak kapan kata Purworejo menjadi pernyataan resmi yang disampaikan publik.
"Dari catatan yang dituangkan pada babad Kedung Kebo, juga dalam Babad Mataram, maka kata Purworejo disampaikan pada tanggal 27 Februari 1831," ujarnya, Rabu (27/2). Umur Purworejo kini menjadi 188 tahun.
"Saat itu, ada beberapa peristiwa besar yang terkait dengan penetapan hari jadi," imbuh dia. Hari jadi mulanya ditandai penemuan Prasasti Kayu Ara Hiwang, 5 Oktober 901. Diperkuat melalui Peraturan Daerah (Perda) Nomor 9 Tahun 1994.
Prasasti Kayu Ara Hiwang ditulis menggunakan aksara Jawa kuno. Terdapat 21 baris dan ditulis mengelilingi piagam. Prasati ditemukan di Desa Boro Tengah, Kecamatan Banyuurip. Museum Nasional Jakarta menyimpannya.
Putra Sang Ratu Bajra, Rake Wanua Poh Dyah Sala, menetapkan Desa Kayu Ara Hiwang, Watutuhang, sebagai wilayah Sima atau bebas pajak. Tertanggal 5 Paro Gelap, hari Senin Warukung, bulan Asuji tahun 823 Saka.
Sementara, para ahli dari berbagai kampus mengkaji sejarah Purworejo selama empat tahun. Sejarawan Inggris turut terlibat. Hasilnya tertuang dalam Perda Nomor 1 Tahun 2019 tentang Perubahan Perda Nomor 9 Tahun 1994.
Kata Purworejo kali pertama diucapkan KRT Tjakradjaja alias Raden Adipati Aryo Cokronegoro usai diangkat menjadi tumenggung oleh Susuhunan Pakubuwono VI, 1828. Cokronegoto merupakan kepala daerah perdana "Tanah Bagelen".
Bukan tanpa maksud Cokronegoro mengganti nama wilayah kekuasaannya menjadi Purworejo. Secara leksikal, "purwo" berarti awal, terdepan, atau maju. "Sedangkan 'rejo', artinya makmur dan penuh dengan keberkahan serta kemuliaan," sambung Danu.
Di sisi lain, Bupati Purworejo, Agus Bastian, menilai, perubahan tersebut tak memengaruhi julukan daerah yang dipimpinnya. "Sebagai 'Kota Pusaka' dan salah satu kota tertua," ucapnya.
Dicontohkannya dengan Daerah Bagelen yang lebih berumur dibanding kerajaan Majapahit. "Namun, dasar yang kita gunakan sekarang adalah awal lahirnya pemerintahan," imbuhnya.
Dirinya pun berharap, perubahan itu membawa semangat warga dalam melaksanakan pembangunan daerah. "Toto titi tentrem kerto raharjo, gemah ripah loh jinawi," tandas Agus.