Sleman, Pos Jateng Hasil riset bertajuk Penipuan Digital di Indonesia: Modus, Medium, dan Rekomendasi yang dilakukan Center of Digital Society (CfDS) Universitas Gadjah Mada (UGM) menemukan bahwa 66,6% masyarakat di Indonesia menjadi korban penipuan digital. Modus penipuan dengan korban paling banyak adalah penipuan berkedok hadiah (36,9%), pengiriman tautan yang berisi malware atau virus (33,8%), penipuan jual-beli (29,4%), situs web/aplikasi palsu (27,4%), dan penipuan berkedok krisis keluarga (26,5%).
Menyikapi temuan tersebut, Ketua Tim Peneliti CfDS UGM, Novi Kurnia mengatakan, pihaknya mendukung Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) membentuk satuan tugas (Satgas) kolaboratif untuk mencegah dan menangani kasus penipuan di digital.
Berdasarkan penelitian, masih banyak responden yang mengaku kesulitan dalam melaporkan kasus penipuan digital. Saya setuju jika Kemenkominfo membentuk Satgas kolaboratif yang mampu melakukan upaya pencegahan dan penanganan, paparnya dalam talkshow Penipuan Digital di Indonesia: Modus, Medium, dan Rekomendasi, Rabu (24/8).
Penelitian yang dilakukan dengan melibatkan 1.700 responden yang berasal dari 34 provinsi di Indonesia tersebut, juga mengungkap medium komunikasi yang paling banyak digunakan dalam penipuan adalah jaringan seluler (SMS/telepon) (64,1%), yang sifatnya sangat mudah, murah, dan merupakan fitur mendasar pada telepon seluler sehingga jangkauannya bisa sangat luas. Medium terbanyak selanjutnya adalah media sosial (12,3%), aplikasi chat (9,1%), situs web (8,9%), dan email (3,8%).
Novi menambahkan, upaya pencegahan dan penanganan penipuan digital yang paling banyak direkomendasikan dari para responden adalah peningkatan sistem keamanan dan perlindungan data pribadi (98%), serta kepastian hukum bagi penanganan penipuan digital (97,7%).