Magelang - Aktivis Kota Magelang, Danu Wiratmoko, menilai, pembangunan infrastruktur di Kota Sejuta Bunga banyak yang tak menyentuh masyarakat. Bahkan, pemerintah kota (pemkot) dianggap kehilangan karakteristiknya.
Seperti trotoar yang diperbarui, namun hak pejalan kaki direbut, karena trotoar menjadi pusat kuliner. Ada juga griding block untuk tunanetra ditabrakkan dengan pot atau pohon, ujarnya, baru-baru ini.
Karenanya, dia menganggap, penataan Magelang membebek daerah lain. Padahal, karakteristik setiap kota berbeda. Karena ingin sama, maka dipastikan akan menghilangkan karakteristiknya, jelasnya.
Maaf, saya memang terkesan menyerang pemerintah, karena pemerintah mempunyai porsi yang besar dalam menerapkan regulator kebijakan. Jadi, pemerintah perlu diingatkan, lanjut pendiri Membaca Magelang itu.
Pernyataan serupa disampaikan pengamat tata kota Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Achmad Djunaidi. Dia menyatakan, penataan kota perlu pertimbangan budaya dan tak asal membangun.