Konsumsi rokok di Indonesia belum dipandang menjadi salah satu faktor penyebab banyak masalah kesehatan masyarakat, baik dari sisi hilangnya produktivitas karena kesakitan maupun beban biaya yang timbul. Padahal, pandemi Covid-19 memberikan pelajaran atas pentingnya memperkuat sistem kesehatan guna menghadapi tantangan masa depan.
Ketua Harian Komnas Pengendalian Tembakau, Mia Hanafiah, berpendapat, pengendalian tembakau mestinya menjadi salah satu upaya preventif dan promotif guna memperkuat kesehatan bangsa. Dengan demikian, negara tidak rentan dari segala masalah kesehatan pada masa depan.
Kita, terutama pemerintah, hendaknya mulai melepaskan pola pikir dari sisi kuratif dalam penanganan masalah kesehatan masyarakat, ucapnya dalam acara peringatan Hari Kesehatan Nasional (HKN) 2022, Rabu (30/11).
Program transformasi kesehatan yang dirancang Kemenkes diharapkan akan mengubah sistem kesehatan di Indonesia yang lebih fokus pada upaya upaya preventif-promotif. Sehingga, dibutuhkan kebijakan yang mengubah penanganan kesehatan dengan melihat faktor penyebab kesakitan yang dialami masyarakat dan bukan sebaliknya, imbuh dia.
Mia melanjutkan, berdasarkan hasil riset Center for Indonesias Strategic Development Initiatives (CISDI), kebiasaan merokok menciptakan beban ekonomi kesehatan di Indonesia hingga Rp17,9 triliun-Rp27,7 triliun pada 2019. Studi ini berupaya mengidentifikasi biaya yang dikeluarkan penyakit-penyakit mematikan, tetapi bisa dicegah akibat konsumsi rokok.