'UGM Tak Laksanakan Rekomendasi Tim Investigasi'
Yogyakarta - Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta dianggap tak menjalankan beberapa rekomendasi tim investigasi kasus dugaan perkosaan terhadap mahasiswi saat kuliah kerja nyata (KKN) di Pulau Seram, Maluku, medio 2017.
"Praktis hanya rekomendasi mengenai perbaikan nilai KKN milik penyintas dan evaluasi pelaksanaan KKN yang dilakukan," ujar Direktur Rifka Annisa, Suharti, di kantornya, Kamis (10/1). Rifka Annisa merupakan LSM yang mendampingi korban.
Misalnya, imbuh dia soal rekomendasi yang belum dikerjakan, pendampingan psikologis dan pembebasan biaya kuliah tunggal (UKT) korban. "Padahal, penyintas sudah terlanjur melunasi UKT untuk semester IX," bebernya.
Karenanya, "Kampus Biru" dianggap tak serius dalam penanganan perkara cabul ini. Apalagi, biaya pendampingan psikologis penyintas selama 2017 ditanggung Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) UGM.
"Kemudian sampai tanggal 27 Desember 2018, penyintas juga masih harus menebus obat di Rumah Sakit Akademik (RSA) UGM secara mandiri," imbuhnya. Rekomendasi tersebut terbit pada 20 Juli 2018.
Kata Suharti, rekomendasi tim investigasi untuk pelaku juga belum dijalankan. Misalnya, penandatanganan surat permohonan maaf serta penyesalan di hadapan rektor dan orang tua pelaku.
"Instruksi terkait penundaan wisuda minimal selama enam bulan bagi pelaku (dilanggar). Tanggal 31 Oktober 2018, penyintas menemukan nama HS (pelaku) tertera dalam daftar calon wisudawan November 2018," pungkas dia.