Kekerasan Seksual di Kampus Sulit Diungkap
Sleman - Direktur Rifka Annisa, Suharti, menyatakan, masalah kekerasan seksual di kampus sulit diungkap. Takut nama baik perguruan tinggi tercoreng, salah satu faktornya.
"Dan lemahnya komitmen civitas akademika, untuk memberi perlindungan dan pemenuhan rasa keadilan bagi korban," ujarnya via siaran pers, baru-baru ini.
Karenanya, lembaga swadaya masyarakat (LSM) tersebut mendorong setiap kampus memiliki sistem pencegahan dan penanganan kekerasan seksual. Sistem harus menjamin keamanan, memberi perlindungan, memenuhi hak, dan keadilan bagi korban.
"Dalam skala luas, lemahnya sistem hukum terkait dengan kekerasan seksual, berakibat pada tidak tercapainya perlindungan yang efektif bagi korban dan terabaikannya hak-hak korban," terang Suharti.
"Untuk itu, kami mendorong semua pihak untuk melakukan langkah-langkah konkret, agar segera mengesahkan RUU (Rancangan Undang-Undang) Penghapusan Kekerasan Seksual," tandasnya.
Mahasiswi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, diketahui menjadi korban perkosaan saat kuliah kerja nyata (KKN) di Pulau Seram, Maluku, pertengahan 2017. Pelaku merupakan mahasiswa Fakultas Teknik UGM.
Kasus mencuat pasca-Badan Penerbitan dan Pers Mahasiswa (BPPM) Balairung UGM menerbitkan artikel "Nalar Pincang UGM atas Kasus Perkosaan" di laman balairungpress.com, 5 November.