Jangan Berharap 'Fogging' untuk Cegah DBD
Semarang - Masyarakat diminta memprioritaskan pengasapan (fogging) untuk mencegah penyebaran demam berdarah dengue (DBD). Cara tersebut dianggap tak terlalu efektif, lantaran mengakibatkan nyamuk menjadi kebal.
"Selain itu, bahan kimia dalam asap, jika terlalu banyak, dapat membahayakan kesehatan tak hanya saat terisap, tapi juga kalau sampai tertelan. Misalnya, pada sayur atau buah yang terkena paparan zat kimia fogging," ujar Kepala Bidang Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Jawa Tengah (Dinkes Jateng), Tatik Murhayati, Rabu (23/1).
Baca juga:
DBD Mulai Merebak di Kota Semarang
Salatiga Sukar Kendalikan Penyebaran DBD
Sejak Awal 2019, Terjadi 109 Kasus DBD di Sragen
Menurut dia, pengendalian DBD tak cukup dilakukan pemerintah. Perlu kesadaran masyarakat untuk menekan pertumbuhan nyamuk. Caranya, pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan membersihkan lingkungan rumah dan sekitarnya.
Tatik pun mengajak warga melakukan 3-M, menguras penampungan air, menutup rapat-rapat tempat tersebut, serta memanfaatkan kembali barang bekas yang berpotensi menjadi lokasi perkembangbiakan nyamuk.
Pun diharapkan menaburkan bubuk larvasida di tempat penampungan air, menggunakan obat antinyamuk, memakai kelambu, memelihara ikan pemangsa jentik, menanam tanaman pengusir, mengatur cahaya dan ventilasi, serta menghindari menggantung pakaian di rumah.
"Jangan bilang peduli DBD, kalau belum melaksanakan PSN di rumah sendiri. Terus optimalkan gerakan satu rumah, satu jumantik (juru pemantau jentik). Jika dimulai dari rumah tangga, akan bisa mewujudkan desa/kelurahan bebas jentik, bahkan kecamatan, kabupaten/kota, maupun provinsi bebas jentik," terangnya.
Sementara itu, Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo, meminta bupati/wali kota bersama masyarakat menggerakkan satu rumah, satu jumantik. Harapannya, menekan angka kejadian DBD. "Yang penting, masyarakat tergerak untuk bersama-sama mencegah DBD," jelasnya.
IR Naik
Di sisi lain, Tatik mengungkapkan, angka kesakitan (incidence rate/IR) DBD di Jateng mengalami fluktuasi pada 2008-2018. Kasus terparah terjadi tahun 2015, di mana angka kematian (case fatality rate/CFR) mencapai 2,91 persen.
Sedangkan pada Januari 2019, sebagaimana dilansir jatengprov.go.id, IR DBD sejumlah daerah di Jateng meningkat. Sragen, salah satunya. "Cenderung meningkat saat hujan turun tak menentu, karena terjadi genangan air bersih, yang menjadi tempat perindukan nyamuk, khususnya Aedes aegypti," bebernya.
"Telur nyamuk bisa bertahan selama enam bulan. Sehingga begitu hujan turun, telur akan menetas dalam waktu dua hari," lanjut dia mengingatkan.
Ada beberapa lokasi yang berpotensi menjadi perindukan nyamuk. Di antaranya, bak penampungan air; genangan di ban bekas, botol, gelas, kaleng, dan wadah lainnya; serta tempat minum hewan peliharaan.
"Hati-hati pula dengan sela-sela batang tanaman yang memungkinkan menjadi tempat hidup nyamuk. Hindari menumpuk pakaian kotor, maupun menggantung, karena bisa menjadi tempat persembunyian nyamuk," saran Tatik.
Dirinya juga meminta masyarakat mewaspadai gejala DBD. Bisa berakibat fatal, bila terlambat mengatasinya. Misalnya, demam lebih dari dua hari; nyeri kepala, belakang mata, otot, sendi atau punggung; serta ruam dan gejala perdarahan.